Malangan Mask Dance Documentation

Performance video collection and photo gallery

Tari Topeng Malangan - Panji Asmorobangun
12:38

Tari Topeng Malangan - Panji Asmorobangun

Latar belakang tokoh Panji Asmoro Bangun Cerita Panji ialah sebuah kumpulan cerita yang berasal dari Jawa periode klasik, tepatnya dari era Kerajaan Kadiri. Isinya adalah mengenai kepahlawanan dan cinta yang berpusat pada dua orang tokoh utamanya, yaitu Raden Inu Kertapati (atau Panji Asmarabangun) dan Dewi Sekartaji (atau Galuh Candrakirana). Cerita ini mempunyai banyak versi, dan telah menyebar di beberapa tempat di Nusantara (Jawa, Bali, Kalimantan, Malaysia, Thailand, Kamboja, Myanmar, dan Filipina). Cerita di dalam lakon panji berhubungan dengan tokoh-tokoh nyata dalam sejarah Jawa (terutama Jawa Timur). Tokoh Panji Asmarabangun dihubungkan dengan Sri Kamesywara, raja yang memerintah Kediri sekitar tahun 1180 hingga 1190-an. Permaisuri raja ini memiliki nama Sri Kirana adalah puteri dari Jenggala, dan dihubungkan dengan tokoh Candra Kirana. Selain itu ada pula tokoh seperti Dewi Kilisuci yang konon adalah orang yang sama dengan Sanggramawijaya Tunggadewi, puteri mahkota Airlangga yang menolak untuk naik tahta. Panji dan Galuh diambil dari sejarah kerajaan Kediri pada tahun 1041, dimana raja yang berkuasa saat itu sang Prabu Shri Erlangga yang telah lanjut usia turun tahta. Tahta diberikan pada putra pertama yaitu Desi Kilisuci, namun ditolak karena memilih menjadi pertapa. Selanjutnya tahta diberikan kepada adiknya yaitu Lembu Amiluhur dan Lembu Amerdadu. Untuk itu kerajaan dipecah menjadi dua, Kerajaan Jenggolo dengan ibukota Kahuripan dan Rajanya Lembu Amiluhur, dan Kerajaan Panjalu/Kediri dengan ibukota Dhahapura dan Rajanya Lembu Amerdadu. Raja Jenggolo mempunyai Putra tiga orang yaitu Kudo Roso Wisrenggo (Raden Inu Kertapati), Raden Panji Sastro Mirudho, dan Dewi Ragil Kuning. Di lain pihak, Raja Panjalu memiliki tiga putra dari permaisuri (Mahadewi), yaitu Dewi Sekartaji (Galuh Candra Kirana), Raden Gunung Sari (Raden Malaya Kusuma), Raden Mindoro serta satu orang putra yaitu Galuh Ajeng dari selirnya (Padukaliku). Untuk tetap menjalin persaudaraan, maka Raden Inu Kertapati dijodohkan dengan Galuh Candra Kirana. Akan tetapi kejadian buruk terjadi di Panjalu, dimana permaisuri (Mahadewi) wafat dibunuh oleh selir (Padukaliku) yang ingin naik menjadi permaisuri dan menjodohkan Galuh Ajeng dengan Inu Kertapati. Mendengar itu, Raden kertapati ikut berdukacita dan menghibur kesedihan Dewi Sekartaji dengan membuat Golekan kencana (boneka dari emas). Karena mengetahui keadaan antara Galuh Candra Kirana dengan Galuh Ajeng, maka dia membuat boneka sebanyak dua buah, yang satu dari emas dengan pembungkus kain blaco dan satu lagi boneka perunggu dengan pembungkus kain sutra. Boneka tersebut dikirim ke Panjalu, dan segera Galuh Ajeng memilih yang berbungkus kain sutra. Dengan hati kecewa, Dewi Sekartaji menerima boneka yang berbungkus kain blaco yang ternyata setelah dibuka bonekanya terbuat dari emas. Di lain pihak Galuh Ajeng kecewa dan berusaha merebut boneka Dewi Sekartaji. Perebutan itu terdengan oleh Prabu Lembu Amerdadu yang kemudian mengusir Dewi Sekartaji yang tidak mau menyerahkan bonekanya kepada Galuh Ajeng. Dewi Sekartaji kemudian menemui budhenya yaitu Dewi Kilisuci yang menyarankan agar menyamar menjadi Panji Semirang untuk mengamen di Kerajaan Jenggolo agar dapat bertemu Raden Inu Kertapati. Setelah kepergian Dewi Sekartaji, perjodohan tetap berlanjut dimana Raden Inu Kertapati dijodohkan dengan Galuh Ajeng. Begitu kecewanya Raden Inu Kertapati, yang kemudian pergi untuk mencari Dewi Sekartaji dengan mencari petunjuk pada Budhenya yaitu Dewi Kilisuci. Dewi Kilisuci memberi petunjuk agar Raden Inu Kertapati menyamar menjadi Panji Asmoro Bangun. Akhirnya keduanya yaitu Raden Panji Asmoro Bangun dan Galuh Candra Kirana dapat bertemu dan menjadi suami-isteri. Tari Topeng Malang Panji Asmorobangun.

69.4K views
Malang
December 4, 2025
TARI TOPENG MALANG PANJI ASMARA BANGUN
5:16

TARI TOPENG MALANG PANJI ASMARA BANGUN

Tari Topeng Malangan adalah sebuah seni pertunjukan tradisi yang adiluhung dari wilayah Malang, Jawa Timur, yang merupakan manifestasi visual dari epos cerita Panji. Dalam khazanah Tari Topeng Malangan, setiap karakter memiliki spesifikasi gerak, warna topeng, dan watak yang berbeda. Video ini menampilkan karakter sentral dan paling mulia dalam cerita tersebut, yaitu Raden Panji Asmoro Bangun (Inu Kertapati), sosok protagonis utama yang menjadi simbol kesempurnaan seorang ksatria Jawa. Secara visual, karakter Panji Asmoro Bangun dalam gaya Malangan digambarkan dengan topeng berwarna hijau. Warna ini bukan sembarang pilihan, melainkan simbolisasi dari kedamaian, kesuburan, dan kesejukan hati. Wajah topengnya diukir dengan mata yang liyep (sipit/setengah tertutup) dan bibir yang menyunggingkan senyum tipis (semoni). Ekspresi ini merepresentasikan seorang pemimpin yang telah mencapai tingkat spiritualitas tinggi, memiliki pengendalian diri yang sempurna, sabar, serta berwibawa namun tetap rendah hati. Dari segi koreografi, tarian Panji Asmoro Bangun memiliki ragam gerak yang bersifat Alus (halus) dan tenang. Berbeda dengan karakter Klana (raja seberang) yang gerakannya gagah dan eksplosif, atau Gunung Sari yang lincah, gerakan Panji Asmoro Bangun mengalir tenang seperti air namun kokoh dalam pendirian (biyada). Setiap angkatan tangan dan langkah kaki dilakukan dengan penuh perasaan (rasa), mencerminkan kehalusan budi pekerti sang tokoh yang tidak mudah terprovokasi oleh amarah. Dalam struktur pertunjukan Wayang Topeng Malangan, tarian ini sering kali dimaknai sebagai tarian pembuka atau tarian "pamungkas" yang sarat akan filosofi Manunggaling Kawula Gusti. Tarian ini mengajarkan bahwa kekuatan sejati seorang pemimpin tidak terletak pada kekerasan fisik, melainkan pada ketenangan batin, kebijaksanaan, dan kemampuan untuk menjaga harmoni dengan alam semesta serta Sang Pencipta.

2.1K views
Petilasan Patirtan Ngawonggo Kabupaten Malang Jawa Timur Indonesia
December 5, 2025
TARI TOPENG PUTRI MALANGAN
6:12

TARI TOPENG PUTRI MALANGAN

Video ini menampilkan Tari Topeng Malangan dengan karakter Dewi Sekartaji (atau Galuh Candra Kirana), sosok putri utama dari Kerajaan Kediri (Daha) yang menjadi belahan jiwa Raden Panji Asmoro Bangun. Jika Panji Asmoro Bangun melambangkan idealisme kepemimpinan pria, maka Dewi Sekartaji adalah personifikasi dari keanggunan, kesetiaan, dan kemuliaan wanita Jawa sejati. Secara visual, karakter Dewi Sekartaji digambarkan melalui topeng berwarna putih. Warna ini adalah simbol mutlak dari kesucian (suci), ketulusan, dan kebersihan hati yang tidak ternoda. Wajah topengnya diukir dengan sangat halus: alis yang melengkung indah bak bulan sabit muda (nanggal sepisan), hidung yang mancung, serta mata yang sipit (liyep) menyiratkan pandangan yang teduh dan batin yang tenang. Terdapat pula titik emas di antara kedua alisnya (urna), sebuah tanda yang menyimbolkan bahwa ia memiliki garis keturunan dewa atau manusia yang telah mencapai derajat spiritual tinggi. Dari segi koreografi, tarian ini masuk dalam ragam tari Putri Luruh (putri halus). Gerakannya sangat berbeda dengan karakter Dewi Ragil Kuning yang cenderung lebih lincah dan atraktif. Gerak tari Dewi Sekartaji mengalir pelan, lembut, dan sangat terkontrol. Setiap sabetan selendang dan langkah kakinya (tanjak) dilakukan dengan penuh unggah-ungguh (sopan santun) dan kehati-hatian, mencerminkan watak seorang putri yang sabar dalam menghadapi cobaan—mengingat dalam Cerita Panji, ia sering dikisahkan harus berkelana, menyamar, dan terpisah jauh dari suaminya namun tetap teguh menjaga kesetiaannya. Dalam pertunjukan Wayang Topeng Malangan, kemunculan Dewi Sekartaji sering kali menjadi momen yang menyentuh hati. Tarian ini bukan sekadar pameran keindahan gerak, melainkan sebuah doa visual tentang kesetiaan yang tak luntur oleh waktu dan harapan akan bersatunya kembali dua hati yang terpisah (lambang penyatuan Jenggala dan Panjalu, atau Manunggaling Kawula Gusti).

4.8K views
December 5, 2025